Minggu, 05 Juni 2016

cerpen : masa lalu

BAYANGAN DALAM ROTI PANGGANG

Nisa sungguh membuatku tertekan.
Aku ingin melihat dia bahagia.Tapi kalau kebahagiaannya itu tidak denganku, maka tidak ada yang bisa kulakukan untuk itu.Walau aku berharap itu tidak terjadi.Setidaknya kalau begitu mungkin aku bisa menjadi temannya dan membantunya. Tapi sekarang tidak satupun hal tersebut yang akan pernah terjadi. “ohhh! Sungguh tak bisa.”Teriaku.
Rasa lapar menarikku ke dapur untuk mencari makanan. Setiap tempat penyimpanan sudah ku geledah, tapi yang bisa ku temukan hanya sekantong otak-otak mentah yang telah beku tersimpat di freezer dan sekantong roti tawar bersama susu coklat. Akhirnya aku memilih sebatang rokok dan dua potong roti tawar yang kusisipkan ke pemanggang roti sementara aku menunggu sambil membuka laptop.

Wajah nisa selalu terbayang dalam benakku.Dua hari setelah dia mengusirku dari kehidupannya, aku masih saja dalam masa penyangkalan.Beringsut-ingsut ke kamar, aku lalu menghempaskan foto-foto nisa ke lantai.Memandangi satu per satu dengan penuh pertanyaan “mengapa” dalam batinku.Lamunanku terbang melayang ke masa beberapa tahun kebelakang, mengantarkanku pada hari-hari terpayahku.Malu rasanya jika membayangkannya, tapi itulah kenyataan pahit yang harus kujalani dan telah menjadi sebuah cerita yang telah tertulis dalam kehidupanku.
Disaat aku tengah mengotak-atik laptop-ku dengan malas, panah kursor terhenti pada sebuah folder, yang aku tahu isi dari folder itu. Rentetan foto-foto lama yang telah terkubur dalam tumpukan folder dan file yang memang sengaja aku satukan sebagai sebuah folder lawas. Beberapa saat ku lihat satu per satu foto nisa,  yang membawaku kembali ke cerita masa lalu. Pada saat itu tidak terasa aku telah menghabiskan setengah bungkus rokok dan segelas kopi hitam panas dengan tanpa sepengetahuanku tetesan demi tetesan air mata membajiri pipiku.
Aku mencoba untuk menyangkal bahwa aku tengah menangis dan mencoba memindahkan perhatianku dengan berjalan keluar kontrakan untuk mencari udara segar. Akhirnya aku gapai gagang pintu, aku buka dan betapa terkejutnya aku saat ternyata bukan teras rumah yang terpampang di depan pintu, melainkan ibu. Rani tengah membukakan pintu untukku, membawaku ke ruang depan yang dia rawat baik-baik dan menawarkan aku secangkir the manis. Dia bilang bahwa Nisa tidak ada dirumah tapi ia akan kembali dalam setengah jam karena ia hanya pergi ke perpustakaan di ujung jalan.
Suara gesekan pintu menandakan bahwa Nisa telah kembali dari perpustakaan. Dalam waktu yang terasa singkat kami berdiri di depan satu sama lain. Ia tampak cantik seperti biasanya. Mengenakan jeans biru, kemeja kotak-kotak, dan cardigan lengan panjang warna hitam dengan rambut panjangnya yang lurus.Ia terkejut saat melihatku hingga buku-buku yang dipegannya hampir jatuh.
“apa yang kau inginkan, Rega?” tanyanya mengambil sikap untuk menghindari kontak mata. Aku mencari-cari pertanda bahwa dia mengenali wajahku yang pernah ia cintai dulu, tapi aku tidak menemukannya. “apa yang ingin kau katakana kepadaku?” semuanya sudah berakhir dan tidak ada yang bisa kau lakukan untuk mengubah keputusanku,”
“tak ada sama sekai?” tanyaku sambil masih berusaha untuk menemukan diriku.
Aku mencoba untuk mencari jawaban atas semua yang terjadi. Aku perlu tahu alasan mengapa ia meninggalkanku begitu saja dan apa yang telah aku lakukan hingga ia berhenti mencintaiku.
“sebenarnya bukan kau masalahnya, tapi semuanya datang dari diriku sendiri. Aku telah berubah, saat aku berpikir bahwa aku bisa jadi seseorang yang kau inginkan, tapi sesaat itu juga yang aku harapkan.”Itulah kata-kata yang keluar dari Nisa.
“tapi apa salahku?”
“kau tidak pernah membiarkan aku utnuk berkembang, Rega. Kita berhubungan sudah bertahun-tahun. Tapi tidak ada perubahan dalam hubungan kita, aku bukan gadis yang sama lagi! Aku ingin berkembang, tapi kau tidak pernah berubah sama sekali, kau tidak berkembang denganku dan sebaliknya. Karena itulah kita orang yang berbeda dan sekarang aku sudah tidak bisa lagi meneruskan hubungan ini karena aku merasa sepertinya kau ingin mengurungku.”
Aku berusaha menjelaskan kepadanya bahwa aku tidak pernah bermaksud untuk mengurungnya atau mengekangnya. Kubilang kepadanya bahwa kebebasan apa pun yang ia inginkan aku akan berikan kepadanya. Tapi ia tetap pada keputusannya dan penjelasanku tidak ada arti apa-apa lagi karena itu sudah terlambat. Ia ingin membuka lembaran baru untuk hidupnya.
Ia berdiri seolah-olah ingin mengatakan bahwa dirinya sudah muak. Aku ikut bangkit berdiri dan berjalan ke pintu depan serta membukanya. Ia mengikutiku berdiri di luar pintu dengan air mata yang terus mengalir dari matanya, aku berkata. “Nisa, apa yang kau inginkan?Dan kenapa bukan aku?”
Ia menatap kosong ke arahku dan menutup pintu.
Suara pemanggang menyadarkanku dari lamunan, menandakan roti bakar pagi hariku telah matang dan siap ku olah menjadi roti lapis sebagai sarapanku. “ah! Inilah sarapan pagiku, bukan nasi goring, buka nasi lengkap dengan sayur dan lainnya, melainkan hanya selembar roti panggang dengan susu.”

Tidak ada komentar: