Rabu, 08 Juni 2016

Cerpen : Mengejar hidayah part 1

MENGEJAR HIDAYAH

Cerita dunia pendidikan

"Dunia memang tidak selebar daun kelor, dunia itu sangat lah luas. Saking luasnya, sehingga tidak jarang banyak orang yang tersesat dan tidak bisa memilih jalan yang benar. Tersesat adalah suatu hal yang paling tidak diinginkan oleh setiap manusia, karena itu suatu hal yang tidak mengenakan. Penjelasan diatas memang jauh dari apa yang akan kita bahas sekarang ini," bu Lia berdiri di depan kelas dengan penuh percaya diri sambil tangannya berayun-ayun selaras dengan ucapan yang keluar dari mulutnya. 

Murid-murid mendengarkan ibu guru muda itu dengan seksama, suasan kelas yang kondusif tergambar jelas. Ibu Lia adalah sosok guru yang paling di hormati di sekolah ini, bukan dari usianya yang tergolong masih muda, melainkan dari sifat keibuannya yang telah membuat para murid selalu menurut kepada setiap perkataan dan perintahnya. 
Tahun lalu, bu Lia pernah dinobatkan sebgai guru favorit siswa oleh sekolah dan predikt itu melekat sampai sekarang. Ibu Lia sebagai manusia biasa pun tidak lepas dari kesalahan dan kekhilafan. Suatu ketika ada sebuah kesalahan fatal yang telahbdilakukan oleh Ibu Lia. Sebenarnya dikalangan guru-guru atau pendidik, kesalahan yang dilakukan bu Lia bukan lah suatu kesalahan, melainkan suatu bentuk pembelajaran kedisiplinan kepada murid-muridnya. Tetapi hal tersebut dipandang berbeda oleh sebagian orang tua murid. 
Beberapa bulan kebelakang, bu Lia pernah menghukum salah satu muridnya dengan cara menjewer murid tersebut. Bukan artian bu Lia tidak punya alternatif hukuman lain, tetapi murid tersebut memang tergolong murid yang susah untuk di atur. Sudah berulang kali bu Lia memberikan teguran kepada murid tersebut, tetapi peringatannya seakan tidak pern digubris. Sampai berulang kali teguran dan peringatan diberikan, tapi teguran dan peringatan seakan menguap begitu saja. 
"Rian, sekali lagi kamu bolos sekolah dan tidak mengikuti pelajaran, maka kamu terancam tidak akan naik kelas," tegur bu Lia kepada Rian, muridnya. 
"Malas ah bu, kenapa juga aku gak naik kelas, kan aku udah bayar lunas uang semesteran, kalau aku gak naik kelas, maka uang itu harus dikembalikan dong," Rian berkilah. 
Bu Lia sangat terkejut dengan jawaban yang dilontarkan Rian. "Sekolah bukan hanya masalah uang, Rian, tapi nilai kamu juga harus diperhatikan, karena nilai itu yang nentuin kamu akan lulus atau tidak," bu Lia mencoba memberikan penjelasan dengan sabar. 
"Gini ja bu, Ibu kan guru, tugas guru memberikan nilai dan murid membayar ibu, apa susahnya tinggal ngasih nilai dan nulis di rapot sih bu, apa perlu aku juga yang nulis nilainya," jawaban Rian semakin tidak terarah. 
Bu Lia coba menanggapi setiap jawaban dan perlakuan Rian dengan sabar dan tenang, tetapi sesabar-sabarnya, Bu Lia tetap seorang manusia yang bisa termakan emosi. Perdebatan-perdebatan silih berganti, pertanyaan dan jawaban saling bersahutan yang menghasilkan sebuah pernyataan yang tidak mengenakan di hati Bu Lia sebagai guru. Sampai akhirnya, kesabaran bu Lia pun tidak bisa terkontrol lagi. 
Secara tidak sadar tangan bu Lia menjewer telinga Rian, tidak keras karena bu Lia segera kembali menemukan kesadarannya. "Maaf...maaf kan ibu, Rian, ibu tidak bermaksud menjewer kamu," bu Lia segera melepaskan jewerannya dan meminta maaf.
Rian berlari meninggalkan bu Lia tanpa sepatah kata pun. 
"Apa yang telah ku lakukan," bu Lia terkulai lemas di atas kursi, mengingat tentang apa yang telah dia lakukan. Tidak lama, bu Lia bangkit dan mencari Rian untuk memberinya penjelasan. Tapi setelah mencari kesana-kemari, Rian tidak ditemukannya. 
"Ada yang lihat Rian tidak?" bu Lia mencoba bertanya ke teman-teman Rian, tapi mereka tidak tahu. Kemudian ada salah satu murid yang melihat Rian meloncati pagar belakang sekolah. "Dia sudah pulang," bu Lia menarik nafasnya dalam. 
Keesokan harinya, Bu Lia tidak akan menyangka bahwa hari ini akan menjadi hari yang paling tidak dia inginkan terjadi dalam hidupnya. Siang hari setelah selesai mengisi kelas XII, bu Lia melihat Rian dan orang tuanya keluar dari kantor kepala sekolah. Dari kejauhan, bu Lia melihatnya dengan seksama sambil berfikir tentang apa yang sedang dilakukan mereka disekolah dan apa keperluan mereka dengan kepala sekolah. 
Tidak lama setelah mereka pergi, kepala sekolah memanggil bu Lia. "Maaf bu sebelumnya, apa benar kemarin ibu menjewer Rian dengan keras?" kepala sekolah bertanya layaknya seorang polisi sedang mengintrogasi tersangka. "Iya benar pak, tapi jeweran saya tidak keras pak," bu Lia menjelaskan kejadian yang sebenarnya kepada kepala sekolah dengan gamblang dan kepala sekolah pun mendengarkamnya dengan seksama. 
"Oh begitu ceritanya, kalau saya jadi ibu, saya juga akan melakukan hal yang sama, bahkan lebih berat lagi," kepala sekolah seakan mengerti keadaan sebenarnya. "Begini, tadi orang tua Rian mengadukan ibu kepada saya perihal kejadian tersebut, karena pandangan mereka tentang apa yangbdilakukan ibubitu salah dan juga kurang mendidik, kemudian mereka minta saya untuk menegur ibu dan jika saya tidak menegur ibu, maka hal ini akan di ajukan ke pengadilan," lanjut kepala sekolah. 
Berita tersebut sontak membuat bu Lia shok, dan tidak terasa badannya menjadi lemas, pandangannya pun mulai kabur, tubuhnya tidak bisa dia kontrol. Dengan sekali hentakan, tubuh ibu Lia ambruk ke lantai dan pingsan. 



# bersambung ke mengejar hidayah part 2...

Tidak ada komentar: