Rabu, 08 Juni 2016

Cerpen : Mengejar Hidayah part 2

MENGEJAR HIDAYAH

CERITA DUNIA PENDIDIKAN

Suasana kantor kepala sekolah begitu ramai, para guru datang berbondong-bondong pergi ke ruang kepala sekolah. "Ada apa ini, ada apa ini, haduh koq ramai begini sih?" ibu Sinta bertanya-tanya dengan gayanya yang heboh. "Iya pak, ada apa ini, dan kenapa ibu Lia pingsan?" bu Mira menambahkan dengan nada yang cukup serius. 

Semua terlihat panik dengan apa yang terjadi. Memang lokasi antara kantor kepala sekolah dengan ruang guru berada dalam satu bangunan, dan kantor kepala sekolah dipisahkan dengan dinding berjendela lebar yang berfungsi untuk memantau para guru. Untuk itulah, semua yang terjadi di dalam kantor kepala sekolah bisa terlihat jelas oleh para guru, walau mereka tidak bisa mendengarkan apa yang sedang dibicarakan. Tapi itu sudah cukup untuk bisa melihat saat ibu Lia jatuh dan pingsang setelah mendapat penjelasan dari kepala sekolah. 
Kemudian para guru membaringkan bu Lia diatas sofa yang ada di ruang kepala sekolah. Bu Mira dengan hati-hati mengelus-elus kepala bu Lia dengan sedikit minyak angin, agar bu Lia tersadar kembali. Sedangkan disudut sebelah kanan, kepala sekolah sedang memberi penjelasan tentang apa yang sedang terjadi kepada sebagian guru laki-laki. Perbincangan hangat pun terjadi di ruang kepala sekolah, lebih kepada musyawarah ringan. Tidak sedikit yang memberikan komentar pedas kepada orang tua Rian, dan dukungan mengalir kepada bu Lia. Bukan semata-mata profesi mereka sama, tapi karena apa yang dilakukan bu Lia itu memang benar dan tindakannya sangat lah mendidik. Bahkan pak Agus berkomentar "jika saya yang dihadapkan dalam kondisi itu, bukan hanya jeweran, tapi mungkin tindakan keras akan saya lakukan ke si Rian itu."
Komentar demi komentar saling bersahutan, tidak jarang mereka terbawa emosi. Sampai akhirnya bu Lia sedikit demi sedikit mulai menemukan kembali kesadarannya. 
"Ada apa ini, koq semua kumpul disini?" dengan sedikit bingung, bu Lia mencoba untuk duduk. 
"Uda bu, ibu tenangin diri dulu," suara ibu Sinta yang cempreng memalingkan pandangan ibu Lia. 
"Coba minum dulu bu," tawar bu Mira yang menyodorkan segelas air putih ke ibu Lia. 
"Ibu ga usah khawatir, apa yang dilakukan ibu gak salah koq, kita semua sudah mendengar dari pak kepala sekolah dan kami semua sangat mendukung ibu," pak Agus mencoba memberikan semangat kepada bu Lia. 
Bu Lia mencoba berdiri dan mencoba untuk mengontrol kesadarannya, "iya pak-bu, terimakasih semuanya," bu Lia mencoba tegar, "pak kepala, saya minta ijin pulang untuk istirahat," dengan segera pak kepala sekolah memberikan ijin kepada ibu Lia. 
Langkah gontai menemani setiap jalan yang dilalui bu Lia, setiap murid yang menyapa hanya di balas dengan senyuman tipis oleh bu Lia. Sontak itu menjadi pertanyaan di kalangan murid-murid yang mengenal bu Lia sebagai guru yang suka bertegur sapa dengan mereka. 
Sesampainya di depan rumah, bu Lia menghela nafas dan mencoba mengontrol mimik wajahnya agar tidak terlihat sedang banyak masalah di depan ibu nya. "Assalamualaikum...," sahut bu Lia sambil membuka pintu. Tapi tidak ada suara pun yang menjawab salam nya, biasanya sang ibu langsung datang menghampiri bu Lia. 
"Bu, Lia sudah pulang, ibu sudah makan belum?" tanya bu Lia, tapi tidak ada jawaban.
Kemudian bu Lia berjalan ke kamar ibu nya yang tidak jauh dari ruang tamu. Didapatinya sang ibu tengah tertidur di atas kasur dengan berbalutkan selimut. "Ibu sudah makan belum?" sambil mencoba membangunkan ibunya. Betapa terkejutnya ketika bu Lia menyentuh tangan ibunya yang panas, kemudian dia coba menyentuh dahi ibunya dan ternyata sangat panas. 
"Astagfirulloh, ibu, demam," dengan sigap, bu Lia mengambil handuk kecil dan air panas. Dikompresnya sang ibu, dengan harapan panasnya bisa turun. 
"Ibu...ibu...ibu," bu Lia mencoba membangunkan sang ibu. 
Sedikit demi sedikit mata ibunya terbuka, " Eh...teteh sudah pulang, maaf ibu tertidur tadi," sambil mencoba bangun dari tempat tidurnya. 
"Uda bu, ibu tidur saja," pinta bu Lia, "dari kapan ibu deman, koq ga kabari teteh?" lanjutnya.
"Iya teh, tadinya ibu mau kabari teteh, tapi ibu ga kuat bangun," jawab sang ibu. 
"Ya sudah, kita ke dokter ya bu," ajak bu Lia. 
Dengan segera bu Lia membopong ibunya ke mobil. 
Sesampainya di klinik dokter yang tidak jauh dari rumahnya, bu Lia segera membawa ke ruang dokter yang kebetulan sedang sepi dan tidak harus mengantri. 
"Siang dok, ibu saya demam, tolong diperiksa," pinta bu Lia.
"Iya, silahkan berbaring" jawab sang dokter. 
Sambil memeriksa detak jantung, tensi dan lain sebagainya, dokterpun berbincang mengenai keluhan sakit yang sang ibu rasakan. Setelah beberapa menit di periksa, dengan pertanyaan kedokteran seperti biasa. Dokter pun menyarankan untuk di bawa ke rumah sakit, karena tensi nya tinggi dan riwayat diabetes yang diderita sang ibu. Surat rujukan telah diberikan sang dokter, kemudian bu Lia memacu mobilnya ke rumah sakit. 
Sampai di rumah sakit, sang ibu langsung diperiksa dokter. Sudah hampir 15 menit sang ibu di periksa, dan akhirnya dokter pun keluar. Laporan hasil pemeriksaan pun di jelaskan dokter, bu Lia mendengarkannya dengan seksama. Kesimpulannya adalah sang ibu harus di rawat inap, karena kondisinya yang lemah dengan diabetes yang mencapai angka 500 ditambah penyakit lainnya semakin memperparah kondisi sang ibu. 
Tanpa pikir panjang, bu Lia menyetujui sarang dokter untuk dirawat. Disela-sela mengurus proses administrasi kamar dan lain-lain, bu Lia menghela nafas dalam-dalam. Merefleksikan semua kejadian yang dialaminya hari ini, "sungguh cobaan yang tiada henti, apa salahku, apa dosaku hingga cobaan demi cobaan Engkau berikan kepadaku," batin bu Lia bergetar dan tidak terasa air matanya mengalir dari sela-sela pipinya.


# bersambung ke mengejar hidayah part 3...

Tidak ada komentar: